Selasa, 27 Desember 2011

Sulitnya Nikah di Katolik

Sulit, mungkin itu yang dapat dirasakan oleh beberapa pasang calon pengantin yang mengurus dan mempersiapkan perkawinannya. Kesulitan itu mungkin diantaranya harus minta surat permandian terbaru yang katanya hanya berlaku 6 bulan. Tidak bisa cepat karena harus kanonik tambah lagi harus diumumkan tiga kali tiga minggu. Sulit karena masih harus lagi - lagi ikut kursus persiapan perkawinan. Belum lagi antrian yang juga panjang ketika tiba musim kawin. Wah mau nikah saja ribetnya minta ampun. Saya kira itu beberapa litani kesulitan ketika mereka mengurus mempersiapkan perkawinannya.

Kesulitan itu sepertinya yang membuat hanya orang Katolik. Agama lain, mungkin bisa lebih gampang. Kenapa yang gampang dibikin sulit keluhnya untuk mencoba membenarkan diri.

Belum lagi harus minta surat pengangat dari komunitas, kartu keluarga dan kartu persembahan. Apa-apa lah itu tak pernah tau aku selama ini. Tambah lagi siapa nama ketua komunitas dan dimana rumahnya juga tak tahu. Itu saya kira menambah lagi litani kesulitan yang sudah ada.

Suatu ketika terjadi, seorang muda datang ke kantor Sekretariat Paroki. Yang bersangkutan menyampaikan maksud bahwa dirinya hendak menikah di kampung dengan hari dan tanggal yang sudah ditetapkan oleh pihak kedua belah orang tua di kampung. Karena didesak oleh orang tua, bahwa harinya sudah ditetapkan, maka menghadaplah sang pemuda kepada Pastor. Tetapi ketika menghadap, dia tidak membawa dokumen atau berkas apapun kecuali dirinya sendiri. Maka tidak mustahin jika Pastor meminta data-data yang ebrkaitan dengan dirinya, seperti apakah benar bahwa dirinya Katolik dengan surat baptis, yang disertai surat openantar dari komunitas berserta bukti keterlibatannya dalam komunitas yang otentik. Ditambah dokumen-dokumen yang lain yang memang secara hukum sipil diperlukan. Karena tak bawa, maka pertemuan dengan Pastor tersebut sudah membuat kesal, karena semua dokumen yang diminta pastor semua belum ada dan masih harus diusahakan satu persatu. Itu artinya harus berurusan dengan orang lain yang mungkin selama ini tidak pernah dikenalnya. Bahkan asing sama sekali karena tidak pernah ikut kegiatan komunitas dan hanya sibuk dengan kerja dan kerja. Belum lagi kapan harus diurus karena masih harus tetap masuk kerja. Duh ribetnya, keluhnya.

Sudah disiapkan dokumen yang diminta, eh masih harus kursus lagi. Kursus ini malam barang kali, dimana lagi enak-enaknya bergadang dengan teman. Eh berarti lagi ada sesuatu yang harus dikorbankan lagi.

Sudah gitu mo ketemu Pastor pun harus pada jam kerja, Ketika pulang dari kerja Pastor lagi istirahat (tidur) dan tidak bisa diganggu. Waduh sulitnya minta ampun.

Tidak jarang kesulitan-kesulitan itu membuat dirinya bersitegang dengan para petugas yang mungkin dijumpainya, karena dirinya sudah menetapkan tanggal untuk nikah sementara semua urusan belum disiapkan.
Bahkan karena tidak siap dengan semua dokumen, main sembarang jumpa pastor yang sudah siap-siap mau pergi pelayanan misa di komunitas, akhirnya timbul sakit hati. Komentar Pastornya tidak mau kompromi. Atau bahkan bilang orang tua saya di kampung porhanger apalah itu. Sekali lagi keluhan muncul, duh sulitnya mo nikah aja di Katolik.