Jumat, 06 Maret 2009

PERKAWINAN BEDA AGAMA

Banyak pendapat tentang perkawinan campur beda gereja maupun beda agama. Ada yang setuju dan mendukung ada juga yang kontra.

berikut beberapa pendapat saudara yang termuat dalam Majalah Mingguan Hidup edisi No. 09 Tahun ke-63 1 Maret 2009 dalam kolom tanggapan Anda yang bertopik Susahnya kawin Campur:

  1. Perkawinan adalah persatuan dua pribadi yang berbeda. Sementara salah satu faktor pembentuk kepribadian manusia adalah ajaran moral melalui agama. Kalau agamanya berbeda, maka ajaran moralnya pasti berbeda. Jangan menambah perbedaan dalam suatu perkawinan yang merupakan suatu perjuangan hidup untuk menuju suatu persatuan. Persatuan bersama antara suami istri dan persatuan dengan Yesus Tuhan Kita.
  2. Kawin campur adalah pilihan terakhir jika upaya lain tak mungkin, kerena kawin seiman aja banyak masalah apalagi kawin campur.
  3. Di paroki saya untuk mendapatkan layanan kawin campur beda gereja, beda suku, beda agama tidaklah susah, kalau topiknya Kawin Campur itu sih tergantung masing-masing keluarga yang bersangkutan, TIDAK SEDIKIT keluarga kawin campur hidup tenteram dan damai serta rukun, dan banyak pula yang seiman tapi juga berantakan.

Terlepas dari pro dan kontra tersebut, ketika pasangan yang telah menikah di Gereja Katolik atas perkawinan mereka yang campur bermaksud mencatatkan perkawinannya di Kantor Catatan Sipil, sebagai perwujudan diri yang ingin hidup sebagai warga negara yang baik dan 100%, mengalami kesulitan yang luar biasa. Pihak Kantor Catatan Sipil tidak mau mencatat perkawinan yang beda agama. Aneh, karena mereka tak memiliki dasar yang kuat dalam Undang-undang tetapi warisan penjajah tersebut masih dilestarikan. Sungguh hal itu merupakan praktek diskriminasi.

bagi rekan-rekan yang mau menikah beda agama maupun beda gereja, saya punya pandangan:

Pandangan saya ini pernah saya perdebatkan dengan petugas pencatan perkawinan di Kantor Catatan Sipil. Menurut saya yang namanya pasangan hidup, beristri maupun bersuami, dengan tegas saya katakan pilihan hidup berkeluarga, itu merupakan panggilan. Ada istilah yang sudah tidak asing lagi kita dengar bahwa "Jodoh di tangan Tuhan", jodoh itu sudah diatur oleh Tuhan. Atas pemikiran saya yang sederhana ini, saya mengambil kesimpulan sederhana. Maka perkawinan itu tidak didasarkan atas kesamaan, melainkan sudah ditentukan oleh Tuhan bahwa pasangan hidupmu si 'anu'. Maka, jelek, cantik, hitam, Jawa, Batak, Flores, Singapura,Belanda, Jerman, cacat, pendek dan sebagainya ya harus terima. Karena itu sudah ditentukan oleh Tuhan. Dan jangan takut beda, termasuk beda agama atau gereja.

Atas dasar pemikiran sederhana ini, muncul pertanyaan mendasar: "Mengapa pihak Kantor Catatan Sipil tidak bersedia mencatat perkawinan yang telah sah, karena dilaksanakan di salah satu agama yang ada di Indonesia?

Bukankah hal tersebut merupakan diskriminasi manusia? Bahkan boleh dibilang pelanggaran Hak Asasi Manusia yang ingin menjadi warga negara yang baik?