Senin, 23 Februari 2009

EKONOMI RUMAH TANGGA

Ekonomi rumah tangga merupakan suatu segi kehidupan umat, suatu upaya untuk mengembangkan pribadi para anggotanya, yang harus menunaikan panggilannya demi penyelamatan manusia dan pengudusan dunia. Ekonomi rumah tangga bukanlah tujuan melainkan sarana yang (harus) menunjang dan memungkinkan penghayatan iman. Sebab kita yakin, bahwa tugas mengembangkan umat manusia menjadi umat Allah yang bahagia dan sejahtera dilaksanakan oleh Roh kudus dengan dan melalui usaha kita sendiri.

Ini berarti kita tidak boleh melarikan diri dari penderitaan ekonomi, atau hanya mengharapkan suatu mukzijat saja (tanpa berkerja keras), tetapi kita harus menyadari bakat-bakat serta kemampuan (talenta) kita dan sanggup mengembangkannya untuk meningkatkan kehidupan kita, dengan mencurahkan pikiran serta tenaga, dengan memanfaatkan kesempatan dan menggunakan kemampuan material yang ada pada kita. Dan kita harus menjalankan ini semua dalam penghayatan iman. Inilah jawaban kita terhadap karya penciptaan Tuhan. Demikianlah kita mengembangkan pribadi sepenuhnya, untuk memuliakan nama Tuhan.

Salah satu upaya pokok untuk membangun ekonomi rumah tangga adalah usaha untuk menghasilkan sesuatu, dengan kata lain usaha-usaha yang sungguh produktif. Ini tidak berarti hanya sekedar memanfaatkan ciptaan Tuhan melainkan juga melanjutkan, mengolahnya, serta menyempurnakannya. Dari usaha itu sekaligus orang mendapatkan penghasilan yang layak dan masyarakat pada umumnya pun menerima manfaat bagi kemajuannya.

Secara istimewa perlu diusahakan peningkatan dan penyehatan kebiasaan-kebiasaan mengenai pengaturan rumah tangga. Para wanita dan ibu-ibu, tak terkecuali para suami, sangat berperan dalam perkembangan keluarga, khususnya dalam tatalaksana sosial-ekonomi dan keuangan keluarga. Uang saja tidak akan memperbaiki nasib keluarga. Orangtua harus mampu memanfaatkan uang dan modal secara efisien dan produktif, demi kebahagiaan jasmani dan rohani.

Pengembangan pribadi manusia sepenuhnya menuntut seseorang untuk mengelola penghasilan yang diperoleh bagi rumah tangganya. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan kongkret hidupnya serta kepentingan masyarakat di sekitarnya adalah suatu bukti nyata bahwa seseorang menghayati imannya. Demikianlah umat dihindarkan dari kecenderungan hanya mau memenuhi kebutuhan-kebutuhan tanpa mengembangkan diri, dengan kata lain: melulu mengikuti keinginan-keinginan yang serba dangkal.
Maka hendaknya kita berusaha membiasakan umat hidup secara berencana dengan memperhitungkan hari depan. Mudah-mudahan rakyat kita membiasakan diri hidup secara hemat dan belajar menabung.

Dengan cara demikian, keluarga dapat berdiri sebagai rumah tangga yang mampu memenuhi hak serta kewajibannya; dapat hidup secara bebas dan bertanggungjawab; bukan sebaliknya serba ketergantungan pada orang lain.
Usaha untuk meningkatkan kesejahteraan rumah tangga sering dihambat atau bahkan digagalkan karena hal-hal yang diluar kekuasaan keluarga sendiri. Misalnya kewajiban adat/kebiasaan yang merugikan keluarga. Kebiasaan untuk mengadakan pesta (tak mau kalah dengan tetangga), keharusan membiayai anggota keluarga yang lemah ekonominya, prkatik sumbangan-sumbangan wajib dan sebagainya. Tidak jarang itu semua merupakan paksaan yang sukar dielakkan atau dilawan. Juga dari pihak ekonomi besar (prakti-praktik pemasaran dan persaingan dan sebagainya) dan dari pihak pemerintah (impor, pabean, pajak, berbagai penyelewengan dan sebagainya) kadang-kadang timbul hambatan yang dapat melumpuhkan ekonomi rumah tangga.

Dalam perjuangan untuk mengatasi hambatan-hambatan itu dibutuhkan sikap tegas, usaha terus menerus, usaha tekun daya tahan dan kesabaran, dan terutama kerjasama, baik dalam usaha-usaha bersama maupun dalam ikatan sebagai umat beriman (wilayah, stasi, paroki, keuskupan). Sikap terbuka serta kesediaan berkerja sama tidak hanya dianjurkan antara orang-orang perorangan, melainkan juga antara rumah tangga satu sama lainnya, bahkan dengan masyarakat umum di sekitarnya.

Jelas pula kiranya, bahwa dalam pembinaan ekonomi rumah tangga, organisasi-organisasi umat yang ada dapat ikut serta melalui berbagai kesempatan atau kegiatan. Misalnya persatuan umat dalam wilayah, atau kring dalam paroki, Wanita Katolik, Kongregasi-kongregasi orangtua, muda-mudi, Legio Maria, Pemuda Katolik, dsb. Lembaga-lembaga ini dapat memberi petunjuk-petunjuk serta teladan kepada umat dan kepada masyarakat pada umumnya; dan menjelaskan bahwa karya penyelamatan Tuhan berlangsung juga melalui cara-cara mengatur dan menjalankan ekonomi rumah tangga sehari-hari.

Semoga berkat rahmat Tuhan, diterangi oleh cahaya iman, tetapi juga berkat jerih payah kita sendiri, keluarga-keluarga kita makin sejahtera, rohani maupun jasmani. Semoga dengan demikian makin sempurna pula pengabdian sekaligus kesaksian kita umat beriman, ditengah masyarakat Indonesia yang sedang membangun. (Pedoman Pastoral keluarga MAWI 1975).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan sampaikan komentas Anda