Minggu, 16 Agustus 2009

Haruskah Menikah di Gereja Katolik?

Apakah seorang Katolik harus menikah di Gereja Katolik?
~ seorang pembaca di Fairfax

Jawab singkatnya “ya”, tetapi baiklah kita memahami juga “mengapa”. Dalam Sakramen Perkawinan, seorang laki-laki yang dibaptis Kristiani saling bertukar janji dengan seorang perempuan yang dibaptis Kristiani. Di hadapan Allah yang Mahakuasa, mereka saling menjanjikan satu sama lain suatu kasih yang setia, tetap, eksklusif, berkurban diri dan memberi hidup. Melalui perkawinan, pasangan sekarang masuk ke dalam suatu status hidup yang baru di hadapan publik, baik di mata Gereja maupun masyarakat; sebab itu, “maka tepat bahwa perkawinan secara publik dilaksanakan dalam kerangka perayaan liturgi di depan imam (atau di depan saksi yang diberi kuasa oleh Gereja untuk maksud tersebut), di depan para saksi perkawinan dan di depan jemaat beriman” (Katekismus Gereja Katolik, No. 1663).

Berdasarkan pemahaman ini, seorang Katolik (entah dibaptis sebagai seorang Katolik atau kemudian masuk ke dalam Gereja Katolik setelah dibaptis di suatu denominasi Kristen lainnya) terikat unguk menikah dalam Gereja Katolik. Gereja, di mana orang menerima Pembaptisan dan Penguatan, menyambut Komuni Kudus dan mengaku iman, haruslah Gereja di mana orang itu menikah. Dengan demikian, entah seorang Katolik menikah dengan seorang Katolik atau seorang yang dibaptis Kristen non-Katolik (atau bahkan seorang yang tidak dibaptis), merupakan suatu pengharapan yang normal dan wajar jika perkawinannya dilangsungkan dalam Gereja Katolik dan anak-anaknya dididik dalam iman Katolik.

Namun demikian, ketika seorang Katolik menikah dengan seorang yang dibaptis Kristen non-Katolik, keadaan yang wajar dapat terjadi ketika pasangan berkehendak menikah di gereja non-Katolik. Dalam hal demikian, pasangan akan memenuhi prasyarat persiapan perkawinan secara Katolik pada umumnya. Pihak Katolik juga akan menegaskan niatnya untuk tidak meningalkan Gereja Katolik, dan untuk berjanji membaptis serta mendidik anak-anaknya dalam iman Katolik. Pihak non-Katolik akan diberitahu mengenai janji-janji ini, menegaskan memahami janji-janji ini dan berjanji untuk tidak campur tangan dalam pemenuhan janji-janji tersebut. Setelah persiapan dan pernyataan janji-janji ini, imam akan memohon kepada Uskup atas nama pasangan untuk mendapatkan “Dispensasi atas Forma Kanonik,” artinya ijin bagi pasangan untuk menikah di luar Gereja Katolik. Gereja membutuhkan dispensasi sebab Uskup, sebagai gembala keuskupan dan pemelihara jiwa-jiwa, wajib memastikan bahwa pasangan dipersiapkan sebaik mungkin untuk perkawinan dan siap untuk masuk ke dalam mahligai perkawinan yang kudus. Tanpa ijin yang demikian, perkawinan tidak sah di mata Gereja Katolik (bdk Kitab Hukum Kanonik, No. 1124-1125).

Sebagai contoh, ketika saya bertugas sebagai pastor pembantu di Gereja St Mary, dalam suatu kesempatan saya mempersiapkan perkawinan suatu pasangan di mana paman mempelai perempuan adalah seorang pendeta Presbyterian, yang dikehendaki pasangan ini untuk memimpin upacara perkawinan. Setelah pasangan memenuhi persiapan perkawinan secara Katolik dan menyatakan janji-janji, saya memohon Uskup Keating untuk Dispensasi, yang dikabulkannya. Pasangan ini menikah di balai Gereja Presbyterian yang bersebelahan dengan Gereja St Mary. Sang paman yang adalah pendeta Presbyterian memimpin upacara, dan saya juga ada di sana untuk menyampaikan berkat perkawinan. Perkawinan ini sepenuhnya diakui oleh Gereja.

Namun demikian, apabila seorang Katolik melangsungkan perkawinan di luar Gereja Katolik tanpa disertai dispensasi, (lagi, entah menikah dengan seorang yang dibaptis Kristen non-Katolik atau seorang yang tidak dibaptis), maka perkawinan ini dianggap tidak sah dan tidak diakui Gereja. Di samping itu, tindakan ini menempatkan orang yang bersangkutan dalam keadaan dosa berat, yang pada gilirannya berarti bahwa ia tidak lagi dapat menyambut Komuni Kudus. Sebagai contoh, apabila seorang Katolik yang menikah entah dengan seorang Katolik atau dengan seorang lainnya memutuskan untuk menikah di suatu gereja lain atau sekedar menurut catatan sipil, maka perkawinan tersebut tidak sah. Meski perkawinan yang demikian memiliki status sah di mata negara, namun tidak di mata Gereja.

Sekedar tambahan: apabila seorang yang dibaptis secara Katolik telah secara resmi mengingkari iman Katoliknya dengan bergabung dengan suatu gereja lain atau dengan suatu pernyataan publik lainnya, maka ia tidak lagi terikat dengan peraturan-peraturan ini sebab secara teknis ia bukan lagi seorang warga Gereja Katolik. Pada intinya, seorang Katolik yang saleh dan tulus hati, sepatutnya rindu untuk menikah dalam Gereja Katolik atau setidaknya mendapatkan ijin yang diperlukan untuk menikah di luar Gereja.

Sebagai seorang pastor, saya heran akan begitu banyak orang yang tak tahu-menahu perihal kewajiban ini. Terlalu banyak pasangan yang terdaftar di paroki sebagai tidak menikah di Gereja. Ketika saya memeriksa untuk melihat bagaimana keadaan ini dapat diperbaiki, saya terkejut mendapati bahwa sebagian dari mereka tidak pernah tahu bahwa mereka wajib menikah dalam Gereja Katolik atau pertama-tama menerima dispensasi yang diperlukan untuk menikah di tempat lain. Yang menyedihkan, sebagian dari mereka ini marah pada kenyataan bahwa Gereja menganggap perkawinan mereka tidah sah dan bahwa mereka harus mengikuti langkah-langkah yang diperlukan demi mensahkan perkawinan mereka, yang terutama menyangkut pembaharuan janji-janji perkawinan di hadapan seorang imam (atau saksi Gereja yang berwenang) dan di hadapan dua orang saksi. Jelas, para pastor, orangtua, dan katekis perlu menekankan pentingnya perkawinan dalam Gereja Katolik kepada mereka yang dipercayakan ke dalam pemeliharaan mereka.


oleh: P. William P. Saunders,
Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Notre Dame Graduate School in Alexandria.

sumber : “Straight Answers: Marriage in the Church” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2005 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com

“Diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”