Tampilkan postingan dengan label KPP. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KPP. Tampilkan semua postingan

Jumat, 16 Maret 2012

Surat Baptis

1. Kecuali jika calon mempelai dibaptis di paroki itu sendiri, pastor hendaknya minta surat baptis dari mereka. Surat baptis itu hendaknya baru, yakni tidak lebih dari enam bulan.
2.Pastorn paroki bertanggungjawab atas kebenaran surat baptis, maka jika dibuat oleh pegawai kantor/sekretariat paroki, hendaknya diperiksa dan ditandatangani oleh pastor paroki.
3.Dalam meminta izin untuk melangsungkan perkawinan dengan pihak kristen bukan katolik, hendaknya dilampirkan juga surat baptis dari pihak yang tidak katolik.
4.Calon mempelai yang tidak memiliki surat baptis baru diminta mencari dua orang saksi, yang dibawah sumpah memberi kesaksian bahwa calon mempelai tidak terikat tali perkawinan, dan jika perlu bahwa ia benar-benar telah dibaptis.
5.Jika tidak dapat diperoleh saksi, pastor hendaknya menghubungi ordinarius wilayah, sesudah pihak yang bersangkutan mengucapkan sumpah tentang status bebasnya di hadapan pastor, dan secara tertulis menyampaikan kepadanya keterangan-keterangan yang dapat ia kumpulkan mengenai status bebas calon mempelai tersebut. (Statusa Keuskupan Regio Jawa, Hal 54-55)

Penyelidikan Kanonik

PENYELIDIKAN KANONIK (KAN. 1066 – 1067; 1070)

1. Sebelum mengijinkan para calon mempelai melangsungkan perkawinan, pastor hendaknya melakukan penyelidikan kanonik dengan menggunakan formulir Penyelidikan kanonik.
2. Penyelidikan kanonik hendaknya dilakukan oleh pastor secara pribadi demi pastoral persiapan perkawinan yang lebih individual dan intensif, maka jangan diserahkan kepada awam.
3. Penyelidikan mengenai status bebas para calon mempelai dilakukan oleh pastor dari pihak wanita sebagai prioritas, jika calon mempelai keduanya katolik; atau oleh pastor pihak katolik, jika pihak yang lain bukan katolik.
4. Kewajiban untuk melalukan penyelidikan kanonik itu tetap ppada pastor dari tempat kediaman mempelai, meskipun perkawinan dilangsungkan di tempat lain. Untuk menghindarkan kesulitan yang sering timbul, hendaknya para pastor menaruh perhatian atas pedoman ini.
5. Jika salah seorang dari calon mempelai sulit untuk dapat menghadap pastor tersebut, penyelidikan dapat diserahkan kepada pastor dari tempat ia sedang berada. Pastor tersebut hendaknya selekas mungkin mengirimkan formulir penyelidikan kanonik yang telah diisi itu.
6. Dalam hal perkawinan campur agama, penyelidikan kanonik hendaknya dilakukan juga terhadap pihak yang tidak katolik. Jika ia menolak, hendaknya hal itu diberitahukan kepada ordinarius wilayah.
7. Untuk menjamin kebebasan dalam menjawab, hendaknya kedua calon mempelai diperiksa secara terpisah. Jawaban-jawabannya dicatat pada formulir tersebut di atas dan disahkan dengan tanda tangan pastor serta calon mempelai yang bersangkutan.
8. Pastor yang melaksanakan penyelidikan mengenai status bebas calon mempelai, hendaknya memperhatikan apakah mereka cukup tahu ajaran katolik tentang perkawinan.
9. Kedua calon mempelai hendaknya didorong untuk mengikuti Kursus Persiapan Perkawinan yang biasanya diselenggarkan oleh suatu tim ahli, atau diberi instruksi perkawinan oleh pastor sendiri seturut Kan. 1063 no. 2. (statuta Keuskupan Regio Jawa, hal 53-54).

Selasa, 23 Agustus 2011

PERSIAPAN PERKAWINAN MENURUT GEREJA KATOLIK


Minimal tiga bulan sebelum hari "H" perkawinan, calon pasangan suami istri melaporkan dirinya ke pastor paroki pihak katolik jika pasangan campur, kepada pastor paroki pihak perempuan jika pasangan sama-sama Katolik. Ketika menghadap ini perlu disiapkan hal-hal yang berkaitan dengan persiapan perkawinan tentunya, seperti rencana hari, tanggal dan tempat pernikahan. Bahkan rencana penyelidikan kanonik akan diadakan dimana dan sebagainya. Yang saya kira paling penting perlu dibawa pada saat menghadap yang pertama kali adalah surat pengantar dari komunitas/kring/kelompok atau bahkan dari KBG, surat permandian yang sudah diperbaharui.

setelah menghadap, pastor akan menyarankan untuk mengikuti Kursus Persiapan Perkawinan yang diselenggarakan di paroki sendiri atau di paroki tetangga. Setelah Kursus diikuti dan diperoleh Sertifikat, menghadap kembali ke pastor paroki dengan menunjukkan sertifikat KPP dan sebaiknya juga disiapkan berkas-berkas yang lain yang diperlukan, mengenai syarat-syarat ini bisa ditanyakan kepada Sekretariat paroki, dan sudah lengkap.

Setelah berkas dinyatakan lengkap, selanjutnya akan dijadwalkan untuk penyelidikan kanonik. Penyelidikan Kanonik ini dilakukan oleh pastor paroki dimana pasangan berdomisili. Jika agama pasangan sama-sama Katolik, akan diprioritaskan di paroki pihak perempuan. mengenai hari, tgl dan jam kapan kanonik sebaiknya dibicarakan dengan pastor paroki yang berwenang.

Setelah penyelidikan kanonik selesai, langkah berikutnya adalah pengumuman publik atas pasangan tersebut di Gereja, baik dibacakan di mimbar, dimasukkan dalam warta paroki atau ditempel di papan pengumuman. Pengumuman publik ini dimaksudkan pertama untuk mendapat dukungan doa dari seluruh umat, keduan jika apabila ternyata sudah pernah menikah atau ada halangan yang lain, umat yang mengetahui adanya halangan tersebut wajib lapor kepada pastor paroki.

Baru setelah ternyata tidak ada halangan baik setelah melalui proses penyelidikan kanonik dan pengumuman publik, hari "H" dapat dilaksanakan dengan meriah atau dengan sederhana. Setelah hari "H" berlangsung, jika akta perkawinan tidak sekaligus diurus, segera urus pencatatan perkawinan di Kantor Catatan Sipil setempat dimana peristiwa pernikahan berlangsung. Jika sudah sekaligus pastornya berlaku sebagai pencatat luar biasa berarti tinggal saja mempersiapkan dokumen persyaratan yang dibutuhkan. Gampang kan?

Namun pada kenyataannya, banyak rekan muda yang sudah menetapkan hari, tanggal pernikahan namun baru menghadap pastor setelah hari kira-kira tingal sebulan atau tiga minggu. Apakah hal tersebut karena tidak tahu atau tidak mau tahu. Semoga informasi-informasi yang merangsang ingin tahu lebih jauh seperti ini dapat memberikan rangsangan untuk mencari informasi yang benar dan tepat.

Sabtu, 16 Juli 2011

KUPERPER AGUSTUS 2011

RENCANA JADWAL KURSUS PERSIAPAN PERKAWINAN (KUPERPER)
GEREJA KATOLIK PAROKI SANTO PETRUS
LUBUK BAJA BATAM

Pendaftaran sudah dibuka, sementara kursus rencana akan dilaksanakan
pada hari Sabtu dan Minggu, Minggu ke tiga dan ke empat dalam bulan Agustus
Tgl 20 & 21 Agustus dilanjutkan tgl 27 & 28 Agustus 2011.
Perserta dibatasi bagi pasangan yang masih fresh (belum menikah diagama lain,
belum hidup serumah dengan pasangannya, belum punya anak diluar nikah).

Untuk informasi dan pendaftaran dapat menghubungi Kantor Sekretariat Paroki St. Petrus
Lubuk Baja-Batam, Jl. Anggrek No. 1 Blok II pada jam kerja: Minggu (sesudah Misa - 12.00 WIB) Selasa - Sabtu: 08.00 - 16.00 WIB. Telp. 0778-457755.
Syarat pendaftaran: mengisi formulir pendaftaran, melampirkan fotocopy surat permandian yang sudah diperbaharui, melampirkan surat pengantar dari kelompok atau dari paroki jika berdomisili di luar Paroki St. Petrus Lubuk Baja, photo 3x4 1 lembar dan uang pendaftaran.

Selasa, 19 April 2011

KUPERPER APRIL 2011

Baru baru ini, Seksi Kerasulan Keluarga Paroki Santo Petrus Lubuk Baja Batam menyelenggarakan Kursus Pesiapan Perkawinan (KPP/KUPERPER) di Aula. Terlibat sebagai pemberi materi antara lain: Pastor Antonius Sarto Mitakda, SVD; Pastor Aurelius Pati Soge, SVD; Bp. Thomas Suprapto; Ibu Friska; Suster Petronela, FSE bersama Dr. Anton Effendi, SPOG; Bp. Yustinus; Ibu Anna; Bp. Stefanus Leo Supriyadi dan sebagai Koordinator adalah Bp. Markus Tunggul Sitorus.

Kursus persiapan perkawinan kali agak lain dari biasanya. Selain persertanya lebih banyak, ada 47 pasang, persertanya terdiri dari calon pasangan yang akan menikah murni juga pasangan-pasangan yang telah hidup serumah layaknya suami istri namun hubungannya belum sah dan diresmikan alias pasangan kumpul kebo.

Banyaknya jumlah pasangan yang belum menikah namun telah hidup layaknya suami istri, dapat dibilang hal tersebut menunjukkan adanya titik lemah budaya dan moral masyarakat. Lebih dari itu, kontrol sosial sudah tidak berlaku dikalangan masyarakat yang mayoritas adalah perantau tersebut. Ditambah dengan situasi tempat tinggal yang boleh dibilang kumuh. Faktor kemiskinan dan rendahnya pendidikan turut menentukan gaya hidup yang sebenarnya merusak dan merongrong kesucian dan martabat keluarga.

Lebih dari itu, keputusan mereka untuk hidup serumah tanpa ikatan dapat menimbulkan cideranya kesamaan hak untuk hidup bahagia. Contohnya: dari antara sekian banyak pasangan yang mengikuti kursus kali ini, ada satu pasangan dimana pihak perempuan telah pernah hidup serumah layaknya suami istri hingga memiliki seorang anak, berpisah begitu saja akibat pihak laki-laki kawin dengan perempuan lain, dan kini perempuan ini akan menikah dengan laki-laki lain. Korbanya adalah anak yang telah dilahirkannya, kini harus jauh dan terpisah dari orang tua, karena diungsikan jauh ke kampung halaman.

bagaimana dengan para generasi muda yang seasal, sedaerah. Apakah mereka akan mengikuti jejak para orang tua tetangga mereka yang telah memilih hidup tanpa ikatan terlebih dahulu? Akankah mereka mencontoh jejak tersebut? Sampai kapan hal itu terus terjadi???

Selasa, 18 Januari 2011

Surat Pengantar

Surat Pengantar

Mengapa setiap umat beriman katolik yang akan melangsungkan perkawinan di Gereja Katolik perlu melampirkan atau menunjukkan surat pengantar dari kelompok jika dari paroki yang bersangkutan atau surat pengantar dari paroki jika berasal dari paroki lain? Mengapa juga rupanya hal tersebut merupakan atau menjadi salah satu kesulitan bagi umat pada umumnya? Lalu apa fungsi dan gunanya surat tersebut?

Surat pengantar baik dari kelompok maupun dari paroki, sudah barang tentu dikeluarkan oleh kelompok/paroki dimana umat tersebut berdomisili. Didalam surat tersebut diterangkan bahwa yang bersangkutan adalah benar berdomisili di kelompok atau paroki yang bersangkutan. Dikatakan berdomisili jika umat yang bersangkutan telah tinggal di tempat ia berada sudah lebih dari tiga bulan dan tidak ada alasan untuk pindah ke tempat lain. Namun ternyata surat pengantar ini menjadi momok tersendiri. Mengapa? Rupa-rupanya di era modernisasi saat ini umat beriman digiring kepada pola hidup yang egosentris/individual. Sehingga umat menjadi jarang beraktifitas bersama sesama umat beriman yang berada di sekitar mereka tinggal. Yang akibatnya jika suatu saat membutuhkan, orang disekitar tidak tahu, tidak kenal bahwa ternyata yang bersangkutan adalah katolik.

Selain memperkenalkan diri kepada umat sekitar, tetangga bahwa dirinya Katolik itu penting, memperkenalkan diri dan mendaftar juga melibatkan diri dalam kegiatan di kelompok adalah hal penting yang harus dijalani oleh umat beriman katolik. Dengan demikian jika suatu ketika membutuhkan surat pengantar tidak akan mendapatkan kesulitan apapun karena pengurus maupun umat disekitar telah mengenalnya.

selain itu seorang gembala umat hanya berhak dan berkewajiban untuk melayani umatnya sendiri. Jika umat beriman tidak berdomisili diwilayah kegembalaannya, maka gembala tersebut tidak boleh, tidak berhak dan tidak punya kewajiban untuk melayani. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, jika terjadi, maka akan berakibat saling serobot umat, tumpang tindih umat yang tidak jelas.